Jumat, 29 Januari 2010

srf05

Sensor Ultrasonic SRF04
Posted in Artikel on Januari 22, 2010 by digitallaboratory

SRF04

SRF04 adalah sensor non-kontak pengukur jarak menggunakan ultrasonik. Prinsip kerja sensor ini adalah transmitter mengirimkan seberkas gelombang ultrasonik, lalu diukur waktu yang dibutuhkan hingga datangnya pantulan dari obyek. Lamanya waktu ini sebanding dengan dua kali jarak sensor dengan obyek, sehingga jarak sensor dengan obyek dapat ditentukan persamaan
jarak = kecepatan_suara × waktu_pantul/2
SRF04 dapat mengukur jarak dalam rentang antara 3 cm – 3 m dengan output panjang pulsa yang sebanding dengan jarak obyek. Sensor ini hanya memerlukan 2 pin I/O untuk berkomunikasi dengan mikrokontroler, yaitu TRIGGER dan ECHO. Untuk mengaktifkan SRF04 mikrokontroler mengirimkan pulsa positif melalui pin TRIGGER minimal 10 us, selanjutnya SRF04 akan mengirimkan pulsa positif melalui pin ECHO selama 100 us hingga 18 ms, yang sebanding dengan jarak obyek.
Dibandingkan dengan sensor ultrasonik lain, seperti PING, SRF04 mempunyai kemampuan yang setara, yaitu rentang pengukuran antara 3 cm – 3 m, dan output yang sama, yaitu panjang pulsa. Meski cara pengoperasiannya juga mirip, namun kedua sensor tersebut berbeda jumlah pin I/O-nya, yaitu 2 untuk SRF04 dan 1 untuk PING. Jika boleh memilih di antara keduanya, penulis cenderung untuk memilih PING dengan pertimbangan harga dan juga adanya lampu indikator yang menunjukkan kondisi PING sedang aktif, selain juga jumlah pin I/O yang lebih sedikit.
Selain SRF04 Devantech juga mengeluarkan beberapa macam sensor ultrasonik lain. Tidak seperti kebanyakan saudaranya yang mempunyai 2 transduser ultrasonik sebagai transmitter dan receiver, SRF02 hanya mempunyai 1 transduser ultrasonik yang berfungsi sekaligus sebagai transduser dan receiver dengan output I2C dan serial UART. SRF05 mirip dengan SRF04, hanya jangkauan maksimumnya 4 m dan terdapat 2 mode operasi menggunakan 1 atau 2 pin I/O. SRF08 mampu mengukur jarak dalam rentang 3 cm – 6 m dengan antarmuka I2C.

skema srf04
Dimensi : 24mm (P) x 20mm (L) x 17mm (T).
Spesifikasi :
- - Tegangan : 5 VDC
- - Konsumsi Arus : 30 mA (rata-rata), 50 mA (max)
- - Frekuensi Suara : 40 kHz
- - Jangkauan : 3 cm – 3 m
- - Sensitivitas : Mampu mendeteksi gagang sapu berdiameter 3 cm dalam jarak > 2 m
- Input Trigger : 10 mS min. Pulsa Level TTL
- Pulsa Echo : Sinyal level TTL Positif, Lebar berbanding proporsional dengan jarak yang dideteksi





Tugas Akhir Ari Wahyuni, Bikin Telemetri Pendeteksi Banjir
Petugas Tak Perlu Lihat Alat Ukur di Tanggul

Banjir yang sering melanda Jatim dan beberapa daerah lain, mengilhami Ari Wahyuni membuat alat pengukur ketinggian air untuk tugas akhirnya. Dalam ujian, mahasiswi Stikomp (Sekolah Tinggi Ilmu Komputer) itu mendapat nilai A. Dia diwisuda Sabtu lalu.

ASTANTO AL BUDIMAN

---

SEBUAH paralon berbentuk L dipasang menempel di pintu air. Di dalam paralon itu terdapat pelampung yang bergerak sesuai ketinggian air sungai. Tepat di atas mulut paralon diletakkan sebuah sensor infra merah yang mengukur ketinggian pelampung di dalam paralon.

Sensor tersebut dilengkapi LCD mini dan sebuah alat komunikasi radio yang akan mengirimkan data itu ke receiver di kantor pengendalian banjir. Dengan demikian, petugas bisa memantau ketinggian air sungai setiap saat dari kantornya, tanpa harus melihat alat ukur yang ada di bibir sungai.

Hanya, saat ini alat tersebut masih dalam bentuk konsep. Ari Wahyuni, mahasiswi Stikomp yang membuat alat itu sebagai tugas akhir (TA), sudah mengujinya di kampus. ''Alat ini saya namakan Telemetri Pengukur Ketinggian Air,'' kata gadis berjilbab itu. ''Teruji bisa merekam perubahan ketinggian air sangat akurat dalam hitungan per detik,'' lanjutnya.

Receiver akan mengeluarkan bunyi berbeda pada setiap ketinggian air. ''Alat akan berbunyi otomatis jika ketinggian air berada di level-level rawan atau bahaya. Siaga dua atau siaga satu,'' kata karyawan salah satu Bank Syariah di Surabaya itu. Semakin bahaya, bunyi akan semakin cepat.

Di laboratorium, Ari menggambarkan ketinggian air tersebut dalam sebuah kotak transparan dari fiber berukuran 25 x 25 cm dan tinggi 15 cm. Kotak yang disebut transmitter itu, antara lain berisi sirkuit board, aki 12 volt, LCD mini, dan alat komunikasi berupa frekuensi radio PRW 24 GHZ. Sebuah kabel menjulur keluar kotak. ''Ini sensornya,'' kata Ari.

Dia kemudian menggerak-gerakkan telapak tangannya di depan sensor. Sebuah grafik muncul di laptopnya yang tersambung ke kotak receiver. Kotak tersebut ukurannya sama dengan kotak transmitter. Isinya, antara lain sirkuit board, kabel serial, LCD, dan aki 12 volt dua biji. ''Tampak sekali kepekaan sensor pendeteksi banjir ini,'' ujar mahasiswi program studi Sistem Komputer itu.

Kotak transmitter itulah yang, jika kelak diaplikasikan, ditempelkan di pintu air. Sedangkan receiver berada di kantor pengendali banjir. Transmitter bertugas mengirim data ke server, melaporkan berapa ketinggian air dari permukaan tinggi sungai. ''Transmitter ini harus berada sedikit di atas di permukaan sungai,'' ujarnya.

Dia perlu dua kali kerja menggarap transmiterr tersebut. Sebab, harus memprogram ulang sensornya, SRF05, agar bisa dibaca program lainnya. ''Sensor ini hanya mampu mendeteksi kedalaman empat meter dari ketinggian sungai. Jika kedalamannya lebih dari itu, harus memakai sensor SRF08,'' kata alumnus SMA Bhayangkari 1 Surabaya itu.

Jarak antara transmitter dengan paralon ditempatkan sedemikian rupa sehingga sensor tetap mampu membaca pelampung di dalam paralon. Sementara kotak transmitter-nya aman dari empasan air sungai. ''Karena itu, alat tersebut tidak diletakkan di pintu air paling tengah, cukup di pinggir saja,'' kata Ari. Yang penting, ketinggian air di dalam paralon sama dengan ketinggian air sungai. Bibir bawah paralon menghadang arus sungai agar air bisa masuk.

Data dalam bentuk grafik yang diterima receiver, akan disimpan dalam memori komputer. Dengan demikian, seluruh pergerakan air dapat terekam. ''Dari rekaman data ketinggian air itu bisa dihitung kecepatan ketinggian air dalam hitungan menit,'' ujar wanita kelahiran 23 Juni 1986 itu.

Receiver tersebut mampu menerima kiriman dari transmitter dalam jarak 300 meter. ''Itu bergantung kekuatan radio komunikasinya. Sekarang pakai PRW 24 GHZ, kalau mau lebih jauh harus ditambah kekuatan frekuensinya,'' kata Ari yang menyelesaikan tugasnya dalam satu semester.

Saat ini, dia masih memanfaatkan suplai energi dari aki untuk energi di masing-masing kotak itu. ''Jika menggunakan collar cell, ukuran kotak tidak akan sebesar ini,'' katanya.

Untuk membuat alat itu, Ari merogoh tabungannya Rp 1.200 ribu untuk membeli seluruh komponen. ''Itu belum komponen yang rusak,'' katanya sambil tersenyum. ''Wireless ini saya ganti dua kali karena rusak, saya harus mengeluarkan Rp 400 ribu lagi,'' lanjutnya. Meski begitu, Ari yang mendapat nilai A untuk tugas akhirnya, mengaku cukup puas. ''Fungsi yang saya targetkan tercapai,'' ujarnya.

Dalam penelitian TA-nya, Ari dibimbing dua dosen, Hariyanto S.kom, dosen mata kuliah Micro Controller dan I Gede Arya Uthama MMT dosen Metodologi Penelitian. ''Setiap kali ada kesulitan, saya selalu minta nasihatnya,'' sambung Ari.

Khusus kotaknya, dia dibuatkan ayahnya. ''Saat mau bikin kotak, ayah tidak tega melihat anak perempuannya memotong aluminium dengan gerinda, mengebor,''katanya. ''Masak anak perempuan pegang gerinda,'' lanjut Ari menirukan ucapan ayahnya.

Sebelum membuat alat itu, Ari mensurvei beberapa sungai di Surabaya. Rata-rata bendungan di Surabaya masih menggunakan alat ukur manual. Alat itu berupa meteran yang terpasang di tanggul atau pelapis pintu air. ''Cara kerjanya dengan melihat berapa tinggi air di meteran itu,'' katanya.

Dia juga sempat mensurvei kota-kota lain, antara lain Malang, Solo, dan Jakarta. Dia menemukan alat pendeteksi banjir di Jakarta dan Solo. ''Namun, alat tersebut hanya pendeteksi elektronik biasa, kalau rawan banjir lampu menyala kuning, kalau banjir, lampu merah menyala,'' ujarnya.

Saat pembuatan alat itu dalam proses, salah seorang karyawan PDAM Surabaya menyarankan, jika selesai, segera ajukan ke Dinas Pengairan. Sebab, alat tersebut berguna untuk mendeteksi banjir. ''Orang PDAM itu teman Ayah saya,'' katanya.

Kini, perempuan berkulit sawo matang itu ingin mengajukan karyanya ke Pemkot Surabaya. ''Mungkin karya ini bisa bermanfaat untuk mendeteksi banjir di Surabaya. Kalau berguna, saya akan senang sekali,'' katanya semangat. Jika alat tersebut dinilai kurang sempurna, dia siap menyempurnakan. (cfu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar